Jumat, 02 Maret 2012

Antara Dendam Dan Sabar


Salah satu sifat yang sangat dibenci Allah adalah sifat dendam karena akan mendatangkan permusuhan yang berkepanjangan antara keluarga, kelompok masyarakat bahkan negara. Kisah berikut ini menegaskan bahwa betapapun berat penderitaan yang ditimpakan kepada kita, lebih diutamakan untuk berlapang dada (sabar) menghadapinya daripada membalas dendam.

Pasca kekalahan dalam perang Badar yang sangat menyesakkan dada bagi kaum kafir Quraisy dimana seribu pasukan kafir Quraisy mampu diporakparandakan oleh tiga ratusan pasukan kaum muslimin, maka Abu Sufyan mulai melakukan propaganda untuk melakukan pembalasan dendam dan singkat cerita terkumpulah sekitar tiga ribu pasukan.

Mendengar hal ini, Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabat untuk berunding dan dari hasil musyawarah diputuskan bahwa musuh harus ditahan di luar kota. Dengan membawa sekitar seribu pasukan, Rasulullah SAW menuju bukit Uhud tempat paling strategis untuk menahan dan menangkis serangan musuh, 2 bukit yang menusuk jalan masuk ke Madinah.

Namun belumlah sampai di bukit Uhud, terjadi pengkhiatan besar, Abdullah bin Ubay dengan tiga ratus pengikutnya menarik diri dan memilih kembali ke kota. Mereka merasa gentar karena musuh yang akan dihadapi jauh lebih besar jumlahnya, namun tujuh ratus pasukan yang tersisa tetap melanjutkan perjalanan untuk menghadang tiga ribu pasukan musuh.

Sasaran utama perang ini sebenarnya adalah Rasulullah SAW dan Hamzah bin Abdul Muthalib yang merupakan sahabat sekaligus paman dan saudara sepersusuan Rasulullah SAW. Mereka mempunyai rencana yang sangat keji terhadap Hamzah yaitu dengan menyuruh Washyi bin Harb seorang budak yang mahir dalam menggunakan tombak untuk membunuhnya dan organ hatinya akan diambil untuk dimakan oleh Hindun (istri dari Abu Sufyan) yang mempunyai dendam membara karena ayahnya terbunuh oleh Hamzah dalam perang Badar.

Akhirnya pertempuran dahsyat pun terjadi dan peristiwa ini dikenal dengan Perang Uhud. Meskipun kaum muslimin memiliki jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit namun dengan strategi perang yng diterapkan Rasulullah SAW dan semangat juang yang tinggi hingga akhirnya dapat diperkirakan kemenangan berada di pihak kaum muslimin.

Namun, seandainya pasukan pemanah yang berada di atas bukit Uhud tetap patuh pada perintah Rasulullah SAW untuk tetap berada di sana dan tidak meninggalkannya untuk memungut harta rampasan perang yang berada di lembah Uhud, niscaya kaum muslimin akan dapat memenangkan pertempuran tersebut.

Karena kejelian Khalid bin Walid (pemimpin pasukan berkuda dari pihak kafir Quraisy) dalam membaca situasi sehingga akhirnya keadaan menjadi berbalik, pasukan kamu muslimin menjadi tertekan dan kocar-kacir.

Pada satu kesempatan, Hamzah yang sudah diincar gerak-geriknya akhirnya terbunuh. Mereka robek perutnya lalu dikeluarkan hatinya dan dikunyah oleh Hindun (meskipun tidak tertelan dan akhirnya dimuntahkan kembali), kemudian telinga dan hidung Hamzah pun dipotong.

Usai peperangan, Rasulullah SAW bersama para sahabatnya memeriksa jasad dan tubuh para syuhada yang gugur. Sejenak beliau berhenti, menyaksikan dan membisu seraya meneteskan air mata. Tidak sedikitpun terlintas di benaknya bahwa moral bangsa arab telah merosot sedemikian rupa, sehingga dengan teganya berbuat keji dan kejam terhadap jasad Hamzah.

Sambil berdiri di hadapan mayat Hamzah, Rasulullah SAW bersabda “Akan ku bunuh tujuh puluh orang dari mereka sebagai balasan atas perlakuan mereka terhadap dirimu” (sebagaimana diriwayatkan Al Hakim dari Abu Hurairah).

Tidak berapa lama turunlah Jibril menyampaikan wahyu yang langsung menegur Rasulullah SAW yang saat itu masih berdiri di dekat mayat Hamzah :

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Qs. An Nahl : 126-128)

Ayat-ayat di atas memang dilatarbelakangi oleh peristiwa tersebut (asbabun nuzul : sebab turunnya), namun kalimat dan redaksi ayat tersebut bersifat umum dan mencakup makna yang luas termasuk semua bentuk perjuangan, perselisihan dan perkelahian antar manusia.

Seseorang tidak berhak memberikan balasan yang lebih buruk daripada yang ditimpakan kepadanya, tapi harus setara dengan penderitaan yang dialami. Namun bagi orang yang sudah mencapai kematangan ruhani, ia tak perlu melakukan pembalasan tapi lebih menahan diri dan bersabar.

Itulah yang diperintahkan Allah kepada Rasulullah SAW dan umatnya, agar tidak ada yang beranggapan bahwa kesabaran seperti itu hanya akan menguntungkan pihak lain yang menyakiti dan merugikan kita.

Keistimewahan sikap sabar digambarkan secara terbalik, yaitu bahwa keuntungan akan dirah oleh orang-orang yang sabar, tenang, tidak cepat marah bahkan ketika berada di tengah suasana kekacauan yang luar biasa dan penuh fitnah, kita diharapkan selalu dapat menahan diri, sabar dan tabah.

Buah dari kesabaran Rasulullah SAW tersebut yaitu, sejarah mencatat bahwa kelak dikemudian hari Abu Sufyan dan istrinya Hindun serta budaknya Washyi bin Harb akhirnya bertaubat dan menjadi barisan pelindung yang kuat atas perjuangan Rasulullah SAW. Tidak berapa lama Khalid bin Walid pun menyusul dan kelak menjadi panglima perang kaum muslimin yang tangguh dan disegani lawan serta tidak terkalahkan sepanjang karirnya.


Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar